Ambon (ANTARA) – Terdakwa dugaan korupsi dana proyek reklamasi pantai atau water front city Namlea, Kabupaten Buru, Sri Jauranty mengakui pernah dihubungi Bupati Ramly Umasugy menanyakan persetujuan dirinya sebagai PPK untuk pengalihan pekerjaan proyek (CCO).
“Saat itu sudah dilakukan persetujuan dari saya selaku PPK baru ada telepon masuk dari bupati menanyakannya, tetapi yang paling berpengaruh dalam perubahan CCO adalah terdakwa Sahran Umasugy,” kata terdakwa di Ambon, Jumat.
Persetujuan perubahan CCO dalam proyek WFC tahun 2015 yang dimaksudkan terdakwa adalah menyetujui pekerjaan pemancangan set file dan penimbunan pada tahap pertama digantikan dengan penimbunan saja.
Jadi Bupati Ramy Umasugy hanya menelpon terdakwa Sri Jauranty untuk menanyakan apakah CCO sudah ditandatangani atau belum.
Penjelasan PPK disampaikan saat menjawab pertanyaan majelis hakim tipikor Ambon diketuai RA Didi Ismiatun didampingi Christina Tetelepta serta Jefry Yefta Sinaga selaku hakim anggota dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Dia mengaku merasa takut dengan Sahran Umasugy yang merupakan adik kandung Bupati Buru dan juga anggota DPRD kabupaten setempat karena ada pejabat sebelumnya yang dimutasi karena tidak memenuhi keinginan Sahran.
Padahal sesuai mekanismenya tidak boleh dilakukan perubahan CCO oleh PPK untuk memberikan persetujuan, namun adanya perintah Kepala Dinas PU Kabupaten Buru serta rasa takutnya kepada Sahran Umasugy membuat dirinya terpaksa menyetujui perubahan CCO.
Kemudian bendera perusahaan yang dipakai terdakwa Sahran untuk mengerjakan proyek miliaran rupiah ini juga tidak memenuhi spesifikasi sebagai perusahaan jasa konstruksi.
Dalam persidangan tersebut, terdakwa Sri Jauranty juga diperiksa sebagai saksi mahkota atas dua terdakwa lainnya masing-masing M. Ridwan Patilou dari CV. Intim Tekhnik selaku konsultan pengawas serta terdakwa Muhammad Duila selaku kuasa direksi CV. Aego Pratama.