Mataram (ANTARA) – Masjelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong Indonesia dan Provinsi Nusa Tenggara Barat menjadi pusat dan destinasi wisata halal terbesar di dunia.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, KH Muhyiddin Junaidi mengatakan peluang Indonesia dan NTB menjadi pusat destinasi wisata halal dunia terbuka lebar, sebab Indonesia didukung dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam dan sumber daya alam (SDA) khususnya destinasi wisatanya yang indah, termasuk di NTB.
“Indonesia memiliki mayoritas penduduknya Islam terbesar di dunia, begitu juga dengan NTB. Ini merupakan modal sekaligus peluang yang harus dikembangkan oleh pemerintah pusat dan khususnya NTB sudah memulai itu sejak awal,” kata Muhyiddin Junaidi disela-sela acara Konfrensi Internasional Pariwisata Halal di Kota Mataram, NTB, Jumat.
Ia mengakui, MUI melihat NTB berhasil mengembangkan pariwisata halal. Ini terbukti jumlah kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara ke NTB setiap tahun menunjukkan peningkatan. Salah satunya dari negara – negara Timur Tengah yang notabenenya merupakan pasar wisata halal. Belum lagi sejumlah penghargaan destinasi halal sudah di raih oleh NTB.
“Pemprov NTB sudah berhasil menarik wisatawan baik domestik dan internasional. Semoga ini dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan,” ucapnya.
Muhyiddin Junaidi menegaskan walaupun NTB berhasil mendatangkan wisatawan domestik dan internasional, namun untuk dapat menjadi pusat wisata halal dunia tentu bukan tugas yang ringan, sebab jika berbicara konsep pariwisata halal maka bukan saja pada aspek makanan dan minuman, dan fashion. Tapi pariwisata halal juga berkaitan dengan fasilitas, lingkungan yang bersih, kebutuhan manusia saat berada di destinasi halal, seperti transportasi, hotel, rumah sakit, dan destinasi yang bersih serta lainnya.
“Jadi masih banyak yang tidak memahami apa itu pariwisata halal, dikira wisata halal itu bagaimana membatasi gerak gerik wisatawan. Padahal tidak, tapi bagaimana soal higienis, menghindari perbuatan melawan hukum seperti narkoba. Ada aturan-aturan yang perlu dijaga, hotel memiliki tempat ibadah dan sebagainya. Jadi jangan kira wisatawan mancanegara datang kemudian tidak berpakaian lantas kita tekan karena tidak halal. Tapi bagaimana dengan wisata hala itu mereka menghargai kearifan lokal daerah setempat,” kata Muhyiddin Junaidi.
Selain berkaitan dengan urusan makanan dan minuman dan pengelolaan destinasi. Pariwisata halal juga berkaitan bagaimana di destinasi wisata halal terdapat perbankan syariah atau pengelolaan keuangan bersyariah. Bahkan, bila perlu nanti ada paket tour wisata syariah, pemandu yang bersertifikasi.
“Nah ini yang sedang kita dorong agar pemerintah ikut mengembangkan perbankan dan pengelolaan keuangan bersyariah di seluruh destinasi. Karena ini penting, apalagi ekonomi dunia sudah bergerak ke ekonomi syariah dan Indonesia berpeluang menjadi pengelola keuangan syariah terbesar di dunia,” katanya.
Di samping itu, kata dia, yang tidak kalah penting dari pariwisata halal bagaimana menciptakan lingkungan yang bersih, terutama dari sampah. Sebab, diakui Muhyiddin kekurangan destinasi wisata di Indonesia yang tergambarkan oleh wisawatan tidak bersih dan tidak terawat. Salah satunya toilet.
“Kebersihan toilet ini harus menjadi perhatian bersama tidak hanya pemerintah tapi seluruh pihak. Termasuk, soal kedisiplinan dan pelayanan baik di bandara maupun tempat umum lainnya,” ujarnya.
Karena itu, menurutnya, konfrensi Internasional Pariwisata Halal yang di ikuti 300 peserta dari seluruh daerah termasuk sejumlah perwakilan luar negeri tersebut memiliki posisi penting bagi Indonesia dan NTB khususnya sebagai tuan rumah.
“Dari konfrensi inilah kita mendapatkan sebuah gambaran, masukan dan saran untuk kita jadikan sebagai bahan perbaikan dalam pengembangan pariwisata halal baik di daerah dan nasional,” katanya.