Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 270 pemilihan kepala daerah pada 23 September 2020 tinggal tujuh bulan lagi sehingga yang menjadi pertanyaan adalah sudahkah dipersiapkan proses pemilihan wali kota, bupati serta gubernur tanpa menimbulkan ”pekerjaan rumah” atau beban yang tak berkesudahan, seperti di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara?
Yang menarik dari kasus pemilihan kepala daerah di Talaud itu adalah bupati dan wakil bupati terpilih sampai sekarang tidak juga dilantik oleh pimpinan Provinsi Sulawesi Utara. Kepala daerah itu adalah Elly Lasut serta wakilnya Moktar Parapaga.
Rakyat atau para pemilih telah mendengar bahwa Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sudah beberapa kali mengirim surat ke Manado yang intinya memerintahkan agar para pejabat baru hasil pilkada 2018 segera dilantik.
Baca juga: Kemendagri: ASN netral dan profesional dalam Pilkada serentak 2020
Wakil Presiden Ma’ruf Amien beberapa hari lalu di Jakarta telah mengingatkan bahwa pilkada ataupun pemilu haruslah melahirkan para pemimpin yang jujur, demokratis dan berpihak kepada rakyat. Wapres menegaskan hal itu saat peluncuran Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang diselenggarakan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu ).
Apabila Wapres sudah menegaskan bahwa pilkada harus melahirkan para pemimpin yang jujur dan berpihak kepada rakyat sedangkan di Talaud pemimpin barunya belum juga dilantik, maka bisa saja muncul kesan bahwa pemimpin di Kabupaten Talaud itu bisa-bisa tak berpihak kepada rakyat.
Apabila masyarakat, para pejabat pemerintah, KPU, Bawaslu serta DKPP kembali merenungkan persiapan pencoblosan pada 23 September itu, maka sudah bisa dibayangkan betapa repotnya menyiapkan pesta demokratis yang harus jujur, adil serta demokratis itu. Tidak kurang dari Sembilan provinsi, 234 kabupaten serta 37 kota harus mencoblos.
Di beberapa daerah, muncul para bakal calon pemimpin yang umumnya masih muda-muda yang amat menarik perhatian calon pemilih karena mereka berasal dari keluarga Presiden Joko Widodo, Wapres Ma’ruf Amien serta anak-anak pejabat negara lainnya. Tak ketinggalan mencoba pula tampil segelintir aktor hingga artis.
Para bakal calon pemimpin daerah itu harus bersaing secara ketat agar bisa didukung alias difasilitasi oleh partai-partai politik baik yang memegang suara terbanyak di DPRD setempat ataupun gabungan beberapa parpol yang membentuk “koalisi” demi memenangkan pilkada mendatang.
Namun ada juga bakal calon gubernur, bupati serta wali kota lengkap dengan wakil mereka yang terpaksa harus muncul tanpa dukungan parpol sehingga dengan ”gagah berani” tampil secara perseorangan.
Selain masalah dukungan dari partai politik, maka para calon kepala daerah itu juga harus sejak dini alias awal mencari dukungan atau simpati dari ribuan, belasan ribu hingga puluhan ribu calon pemilih. Para calon kepala daerah itu harus dengan segala cara dan daya merebut simpati calon pemilih.
Mereka harus berkampanye baik secara langsung maupun tidak langsung merebut dukungan. Kalau perlu, mengundang artis serta aktor agar hati rakyat menjadi “terpikat”.
Karena itu adalah zaman yang realistis, maka para calon pemimpin biar bagaimanapun juga harus memiliki “fulus” atau uang untuk meraih simpati rakyat misalnya untuk membuta poster, spanduk, gantungan kunci hingga kalender.
Baca juga: Bawaslu gandeng tokoh agama untuk antisipasi kerawanan Pilkada 2020
Keamanan
Wapres tampil pada acara yang membahas Indeks Kerawanan Pemilu menegaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan diri semaksimal mungkin dan salah satu daerah yang dianggap rawan adalah Manokwari, Papua Barat. Karena itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Paapua Barat, Ajun Komisaris Besar Polisu (AKBP) Mathias Krey menegaskan bahwa pihaknya sudah siap menghadapi berbagai situasi karena Manokwari tergolong daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi.
Apabila kembali ke inti persoalan inti agar Pilkada 2020 harus s ukses tanpa melahirkan masalah atau “PR” yang bermasalah maka pertanyaan yang patut dipersoalkan rakyat terutama kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI serta KPU-KPU daerah, Bawaslu, DKPPP serta Polri dan TNI adalah sudahkah mereka siap 100 persen menjadi penyelenggara serta pengamat yang baik dan tanpa berpihak kepada peserta pesta demokrasi ini?
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri yang sering disebut sebagai pembina perpolitikan dalam negeri maka pertanyaannya adalah sudahkah Mendagri Tito Karnavian menyerukan seluruh aparatur sipil negara atau ASN untuk tidak berpihak kepada siapa pun juga terutama karena ada sejumlah anak pembesar serta pensiun pejabat negara ataupun purnawirawan TNI dan Polri ingin ikut menjadi pejabat daerah?
Baca juga: Wapres Ma’ruf: Jangan ada “money politics” dalam Pilkada
Tahun 2024 akan menjadi awal dari masa peralihan dari generasi tua ke generasi muda alias milenial sehingga Pilkada 2020 patut dijadikan titik tolak untuk menyukseskan pesta- pesta demokrasi mendatang. Para pejabat harus mulai menyiapkan diri untuk membuktikan kepada rakyat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia memang sudah benar-benar menyiapkan diri memasuki era yang bersih dan tidak ada lagi korupsi, kolusi dan nepotisme alias KKN,
Tunjukkan bahwa NKRI adalah negara sebuah negara yang sudah memang benar-benar maju tanpa adanya lagi nepotisme ataupun kongkalingkong dan tak ada kejahatan apa pun juga dalam pemerintahan. Janganlah terulang kasus bertele-telenya kasus pelantikan bupati Talaud, Sulawesi Utara, yang cuma bisa memalukan pemerintah.
*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA tahun 1982-2018, pernah meliput acara kepresidenan tahun 1982-2009.
Oleh Arnaz Ferial Firman
COPYRIGHT © ANTARA 2020