Peran Bahasa Indonesia di kalangan muda terpinggirkan

admin

Ambon (ANTARA) – Kantor Bahasa Maluku menilai kalangan muda masa kini tidak lagi melihat Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa, melainkan sarana komunikasi semata, sehingga peran dan posisinya mulai terpinggirkan.

“Ini yang keliru, bahasa asing harus dikuasai tetapi tidak menggantikan Bahasa Indonesia yang merupakan identitas bangsa sehingga penggunaannya harus diutamakan dan dijunjung tinggi,” kata Kepala Kantor Bahasa Maluku Dr Asrif M.Hum di Ambon, Rabu.

Ia mengatakan kalangan muda masa kini cenderung tidak lagi menganggap Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa dan jati diri orang Indonesia, tapi sarana komunikasi semata sehingga penggunaannya sering dicampurkan dengan bahasa asing.

Hal ini disebabkan semakin majunya zaman dan teknologi yang berpengaruh pada pola pikir dan cara pandang kaum muda, di mana sesuatu yang berasal dari luar dianggap lebih modern dan bergengsi, termasuk juga bahasa asing.

“Sekarang ini kita lihat penggunaan Bahasa Indonesia di kalangan muda kadang kala dicampur-campur dengan bahasa asing, kemudian mulailah tulisan-tulisan di kafe dan ruang publik dibuat dengan bahasa-bahasa asing, ini salah kaprah,” ucap Asrif.

Dikatakannya  di beberapa negara maju di Asia seperti Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok penggunaan bahasa asing di ruang-ruang publik perbolehkan, tapi tidak menghilangkan keutamaan bahasa negara mereka.

“Ada ungkapan bahwa untuk maju harus menguasai bahasa asing, tapi Jepang dan Korea Selatan tidak seperti itu, mereka tetap menjadi negara maju tanpa harus meninggalkan bahasa asli mereka, sehingga orang-orang yang datang ke negara mereka juga berlomba-lomba untuk mempelajari bahasa setempat,” ujarnya.

Menurut Asrif, pada masa lalu Bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu merupakan bahasa yang paling bergengsi, sehingga paling dikehendaki untuk dipejalari dan dikuasai oleh kaum terpelajar dan birokrat.

Tingginya posisi Bahasa Indonesia atau bahasa Melayu juga dipengaruhi oleh penjajah Hindia-Belanda Hindia-Belanda yang dikenal feodal, tidak menghendaki bahasanya menjadi bahasa penghubung di wilayah jajahannya.

Mereka bahkan mewajibkan penggunaan bahasa Melayu di sekolah-sekolah, termasuk menerapkan penguasaan bahasa Melayu sebagai persyaratan untuk seleksi tentara Kerajaan Hindia-Belanda (Koninklijke Nederlands-Indische Leger – KNIL).

“Pada masa lalu Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang paling bergengsi dan berwibawa, penanda seorang terpelajar dan birokrat itu adalah menguasai Bahasa Indonesia atau bahasa Melayu,” imbuh Asrif.

Tags

Related Post

Leave a Comment

Ads - Before Footer