Jakarta (ANTARA) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi telah menghentikan 36 perkara pada tahap penyelidikan untuk akuntabilitas dan kepastian hukum.
“Hal ini kami uraikan lebih lanjut sesuai dengan prinsip kepastian hukum, keterbukaan, dan akuntabilitas pada publik sebagaimana diatur dalami Pasal 5 UU KPK,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis.
Ali menyatakan penghentian perkara di tingkat penyelidikan tersebut bukan praktik baru yang dilakukan saat ini saja di KPK.
“Data lima tahun terakhir sejak 2016, KPK pernah menghentikan penyelidikan sebanyak total 162 kasus,” kata Ali.
Penghentian tersebut, kata dia, tentu dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab.
“Adapun pertimbangan penghentian tersebut, yaitu sejumlah penyelidikan sudah dilakukan sejak 2011, 2013, 2015, dan lain-lain,” kata Ali.
Kemudian, kata Ali, selama proses penyelidikan dilakukan tidak terpenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, seperti bukti permulaan yang cukup, bukan tindak pidana korupsi, dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Untuk tahun 2020, jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/D,” ucap Ali.
Selain itu, kata dia, sesuai dengan Pasal 40 UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 yang melarang KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan maka pada tahap penyelidikan KPK wajib memastikan seluruh kasus yang naik ke penyidikan memiliki bukti yang kuat.
Oleh karena itu, kata dia, sudah sepatutnya proses penghentian sebuah perkara dilakukan di tahap penyelidikan.
“Sama halnya dengan pasca berlakunya UU KPK yang baru. Meskipun UU Nomor 19 Tahun 2019 membuka ruang secara terbatas bagi KPK untuk menghentikan perkara di tingkat penyidikan dan penuntutan, namun KPK tetap wajib menangani perkara secara hati-hati,” ujar dia.
Ia juga mengatakan pada Pasal 40 UU Nomor 19 Tahun 2019 penghentian penyidikan dapat dilakukan jika belum selesai dalam jangka waktu 2 tahun.
“Dalam proses penyelidikan kecukupan bukti awal diuji sedemikian rupa. Jika bukti cukup dapat ditingkatkan ke penyidikan, namun jika tidak cukup maka wajib dihentikan,” kata Ali.
KPK, kata dia, perlu menyampaikan informasi ini sebagai bentuk perwujudan prinsip kepastian hukum sekaligus keterbukaan pada publik.