Mataram (ANTARA) – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, menunggu perintah Gubernur NTB Zulkieflimansyah perihal tindak lanjut kontrak kerja sama dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI) yang terkesan merugikan pemerintah dalam pengelolaan lahan seluas 65 hektare di kawasan wisata Gili Trawangan.
“Kita tidak bisa mengambil alih karena untuk persoalan ini sudah ada tim terpadu yang dipimpin Gubernur, kita hanya sebagai pendukungnya saja. Jadi kita tunggu saja keputusan dari Gubernur,” kata Dirreskrimsus Polda NTB Kombes Pol I Gusti Putu Gede Ekawana Putra di Mataram, Rabu.
Karenanya, Ekawana Putra menegaskan bahwa pihaknya sebagai aparat penegak hukum belum berani mengambil langkah apapun, termasuk menyelidiki perihal perbuatan korupsi yang muncul dalam pengelolaan kawasan wisata tersebut.
Namun demikian, dikatakannya bahwa pihak kepolisian telah jauh hari sebelumnya melakukan pemetaan lapangan. Indikasi korupsi maupun bentuk pidana yang berkaitan dengan pelanggaran khusus, telah dikantongi pihak kepolisian.
“Jadi kita sudah ‘maping’ (pemetaan), kita tinggal tunggu perintah, ya karena menunggu tim terpadu itu, yang dipimpin Gubernur,” ujarnya.
Senada dengan kepolisian, Kejati NTB yang ikut tergabung dalam tim terpadu dibawah pimpinan Gubernur NTB Zulkieflimansyah, statusnya juga menunggu perintah.
Secara aturan, pihak kejaksaan dapat mengambil langkah di lapangan setelah menerima surat kuasa khusus (SKK) dari Gubernur NTB.
Jauh hari sebelumnya, Kejati NTB telah memberi saran Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB untuk memutus kontrak PT GTI. Saran putus kontrak itu diberikan berdasarkan hasil kajian Bidang Perdata dan Tata Usaha (Datun) Kejati NTB.
Dari hasil kajiannya, banyak ditemukan persoalan yang dinilai sudah merugikan pemerintah. Bahkan seluruh hasil kajiannya terinidikasi mengarah pada perbuatan melawan hukum.
Selain dilihat dari segi pendapatan pertahun yang tidak signifikan dengan luas kelola lahan, kejaksaan juga mengkaji masa kontraknya yang habis pada tahun 2065.
Menurut pihak kejaksaan, masa kontrak yang berlaku hingga 70 tahun sudah jelas tidak sesuai dengan aturan pengelolaan aset negara.
Namun demikian, kejaksaan hanya bisa sebatas memberikan pandangan hukum saja. Selebihnya, keputusan ada di tangan pimpinan daerah, Gubernur NTB Dr Zulkieflimansyah.