Jakarta (ANTARA) – Di tengah rock yang lebih keras dan agresif menggaung, di salah satu bagian Jakarta, Slank muncul sebagai pilihan berbeda.
Mereka memulainya dengan nama Cikini Stone Complex, mengambil referensi dari musik 1960-an, terutama Rolling Stones. Cikal bakal Slank dimulai pada 1983, dimotori Bimbim bersama Boy, Kiki, Abi, Uti, dan Well Welly.
Baca juga: Histori rock Indonesia, fenomena musik dari pemancar gelap
Cikini Stone Complex menjadi Slank adalah sebuah transformasi yang panjang dengan banyak pergantian personel di sana-sini. Singkatnya, Slank kemudian solid dengan formasi 13 yang diisi Bimbim, Kaka, Bongky, Pay dan Indra, lalu merilis debutnya “Suit-suit..He..He..(Gadis Sexy)” pada 1990. Setahun kemudian, “Kampungan” dirilis dan juga meledak.
“Slank penting karena bunyinya beda dengan gelombang rock yang ramai saat itu. Saat Slank rekaman album pertama, mereka mencampuradukkan semua yang mereka lalui seperti rock n roll klasik dengan rock yang meledak di 1980-an,” kata Harlan Boer, musisi yang juga pengarsip musik.
Lebih dari itu, Slank juga muncul dengan sebuah ekosistem baru yang terpusat di markas mereka, Gang Potlot.
Dari sini tumbuh banyak band dan musisi di antaranya Imanez, Plastik, Oppie Andaresta, Kidnap Katrina, atau beberapa personel band lain yang kerap ikut nongkrong di sini seperti Thomas yang kemudian membentuk Gigi, atau Ahmad Dhani dari Dewa 19.
Baca juga: GIGI bikin konser tunggal di Yogyakarta rayakan 25 tahun berkarya
Nuran Wibisono dalam “Nice Boy Don’t Write Rock n Roll: Obsesi Busuk Menulis Musik” menulis waktu remaja kebanyakan dari musisi sering nongkrong dan main gitar di daerah tersebut.
“Meledaknya Slank membuka keran juga bagi band-band yang nongkrong di Potlot. Uniknya mereka secara umur di bawah Slank, seperti The Flowers, Kidnap Katrina, sehingga mereka dipengaruhi banyak pengaruh dari yang alternatif hingga revivalis musik 70-an. Dan mereka lagi-lagi main di pensi-pensi,” kata Harlan.
Daya tarik Slank bagi generasi 90-an adalah masuknya unsur-unsur bahasa “slang” dalam lirik yang mereka gubah dan punya relasi dengan kehidupan anak muda urban terutama Jakarta.
Oleh Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ida Nurcahyani
COPYRIGHT © ANTARA 2019