Timika (ANTARA) – PT Freeport Indonesia memutuskan menunda waktu pengerjaan tiga proyek besar yang menelan anggaran triliunan rupiah sebagai dampak dari adanya pandemi COVID-19.
Vice Presiden PT Freeport Indonesia Bidang Hubungan Pemerintahan Jonny Lingga kepada Antara di Timika, Senin, mengatakan tiga proyek besar yang tertunda waktu pengerjaannya itu yakni pembangunan SAG (Semi Autogeneous) Mill atau mesin pengolah biji tambang yang bernilai 300 juta dolar AS, power plant atau pembangkit listrik baru di kawasan Pelabuhan Portsite Amamapare serta pembangunan pabrik smelter di Gresik, Jawa Timur.
“Tiga proyek itu nilainya sangat besar. Terpaksa kita harus tunda karena dalam kondisi seperti sekarang ini kita tidak bisa melakukan kegiatan secara maksimal. Kita semua berharap dan berdoa semoga wabah pandemi COVID-19 ini bisa segera berlalu,” kata Jonny usai menggelar rapat dengar pendapat dengan DPRD Mimika.
Jonny mengatakan di tengah situasi pandemi COVID-19 saat ini, PT Freeport tetap beroperasi, meski jumlah karyawan yang bekerja dibatasi untuk menghindari paparan virus Corona.
“Semua pekerjaan kami sekarang ini tidak bisa maksimal, sangat berbeda jika dalam kondisi normal. Sebagai contoh, kalau dulu orang yang bekerja di bengkel sehari bisa menyelesaikan 10 mobil, sekarang ini bisa menyelesaikan satu mobil saja sudah bagus. Itu karena jumlah orang yang bekerja dibatasi, tidak boleh banyak-banyak,” ujarnya.
Untuk menjaga proses produksi tambang tetap berjalan normal, Freeport hingga kini masih terus mengoperasikan truk trailer pengangkut logistik baik bahan makanan maupun suku cadang kendaraan tambang dari wilayah dataran rendah (Pelabuhan Portsite Amamapare hingga Kuala Kencana) ke wilayah dataran tinggi (Tembagapura hingga lokasi tambang Grasberg).
Itupun jumlah truk trailer yang beroperasi sangat jauh berkurang dari sebelumnya sekitar 100 per hari, menjadi 20-an per hari.
“Orang-orang khusus seperti operator truk trailer itu penting sekali karena mereka yang mengangkut logistik ke Tembagapura sehingga sekitar 25 ribu karyawan yang ada di Tembagapura bisa tetap mendapatkan suplai bahan makanan secara lancar, demikian pun dengan bengkel-bengkel peralatan tambang tetap mendapatkan suku cadang dan lainnya,” jelasnya.
Jonny mengakui sejumlah ada perusahaan subkontraktor PT Freeport memang terpaksa melakukan pengurangan pekerjanya lantaran kontrak kerja mereka sudah selesai atau lantaran proyek yang diberikan oleh PT Freeport tidak dilanjutkan.
Selain itu, bagi karyawan permanen PT Freeport yang memiliki riwayat penyakit bawaan seperti gangguan jantung, paru-paru, dan lainnya juga diberikan kesempatan untuk cuti sementara waktu di daerah asalnya.
“Ada sekitar 400-an yang dipulangkan. Yang sudah pulang sekitar 300-an sejak bulan lalu. Perusahaan menawarkan cuti sementara waktu karena kalau mereka tetap berada di Tembagapura maka akan sangat rawan terpapar COVID-19. Termasuk yang dipulangkan yaitu keluarga karyawan yang tidak bekerja,” katanya.