BKSAP: Indonesia komitmen capai emisi nol bersih pada 2060

BKSAP: Indonesia komitmen capai emisi nol bersih pada 2060

“Dari 2018-2021, penerbitan Sukuk hijau global berjumlah sekitar 3,5 miliar dollar AS, dan telah berhasil mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 10,3 juta ton dari 2018 hingga 2020,” ucapnya.

Jakarta (ANTARA) –

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana mengatakan Indonesia berkomitmen mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat guna mengantisipasi perubahan iklim.

 

Hal itu disampaikannya dalam sesi kedua sidang the 8th G20 Parliamentary Speakers Summit (P20) P20, di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Kamis.

 

“Komitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat, sebagaimana ditegaskan dalam KTT Perubahan Iklim COP-26 yang diadakan di Glasgow tahun lalu,” kata Putu dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia menyebut emisi nol bersih pada tahun 2060, kata Putu, dapat dicapai melalui pembangunan rendah karbon (PRK) sebagai tulang punggung strategi pemulihan yang akan membawa Indonesia menuju ekonomi hijau.

 

Ia menyebut Indonesia diperkirakan membutuhkan sekitar Rp3.416 triliun untuk mengatasi perubahan iklim pada tahun 2030 dan Rp28.223 triliun untuk mencapai target nol emisi karbon pada tahun 2060.

 

Selain APBN, kata Putu, upaya perubahan iklim juga didanai melalui Green Sukuk, obligasi syariah yang berkontribusi pada proyek terkait lingkungan.

 

“Dari 2018-2021, penerbitan Sukuk hijau global berjumlah sekitar 3,5 miliar dollar AS, dan telah berhasil mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 10,3 juta ton dari 2018 hingga 2020,” ucapnya.

 

Indonesia, ujarnya lagi, juga telah berhasil mendapatkan sekitar USD103,8 juta dari Green Climate Fund (GCF) untuk proposal REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) Reduction Based Payment (RBP).

 

Putu mengatakan negara maju harus terus membantu negara berkembang dalam aksi iklim mereka, termasuk dalam upaya mitigasi dan adaptasi.

 

“Ini termasuk memenuhi komitmen pendanaan iklim sebesar USD100 miliar per tahun hingga tahun 2025, seperti yang dibayangkan oleh Nusa Dua Declaration yang disahkan di Sidang Umum IPU (Inter-Parliamentary Union) ke-144,” katanya.

 

Sementara negara-negara berkembang, lanjutnya, juga harus berkontribusi pada upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sesuai dengan agenda global yang disepakati dan berdasarkan kapasitas dan kemampuan nasional mereka.

 

Terkait tantangan perubahan iklim dan dampak buruknya, Putu menyebut Indonesia di tingkat internasional telah menunjukkan komitmennya dengan mendukung dan meratifikasi berbagai perjanjian internasional, termasuk Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.

 

Kemudian, ujarnya lagi, Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (United Nations Framework Convention on Climate Change) melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994, dan Protokol Kyoto melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004.

 

“Karena komitmen internasional-nya, Indonesia juga telah mengadopsi tujuan yang ambisius namun dapat dicapai,” ujarnya.

 

Untuk itu, kata Putu, rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024 yang mengintegrasi rencana pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 27,3 persen pada tahun 2024 meningkat 1,3 persen dari rencana 2015-2019.

 

“Menerbitkan Nationally Determined Contribution (NDC), yang menetapkan target tanpa syarat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dan target bersyarat sebesar 41 persen (dengan dukungan internasional), dibandingkan terhadap skenario business as usual tahun 2030,” tuturnya.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2022

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)
Disqus (0 )